Rabu, 05 Oktober 2016

Hari Santri Nasional


Beberapa waktu lalu Presiden Joko Widodo mengesahkan Hari Santri Nasional. Santri itu berarti siswa. Siswa di pesantren. Pesantren itu sekolah berasrama (boarding school) dengan muatan keagamaan (dalam hal ini adalah Islam), yang kental sekali. Dan sekolah asrama seperti ini tidak hanya untuk muslim saja. Misal saudara-saudara sebangsa setanah air kita yang beragama Nasrani juga ada sekolah sejenis.
Kembali ke Hari Santri Nasional. Peringatan Hari Santri Nasional ditujukan untuk meneladani spiritualitas sekaligus perjuangan ulama-santri. Ulama adalah “guru” bagi para santri. Namun tidak satu-satunya guru. Di pesantren Gontor, siswa (santri) dididik untuk belajar tentang hidup dari kehidupan. Jadi, guru bukan sebagai satu-satunya sumber ilmu untuk para santri. Misalnya adalah penempatan kamar yang tidak boleh berasal dari satu daerah maupun satu suku. Supaya saling mengenal dan mempelajari satu sama lain. Ini di tingkat Indonesia.
Dalam Alquran pun sudah dinyatakan bahwa Tuhan kita menjadikan kita berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kita saling mengenal satu sama lain.
Kembali ke Hari Santri Nasional (HSN). Mengapa harus kita peringati secara khusus?
Agar lebih meneladani perjuangan para kyai. Salah satunya dan yang paling utama adalah perjuangan menuju kemerdekaan Negara kita. Sebab perjuangan kemerdekaan kita adalah sarat dengan “jihad”. Teriakan-teriakan yang menggema adalah “Allahu Akbar”, yang artinya Allah Maha Besar.
Jadi sejarah kemerdekaan kita tidak bisa lepas dari santri dan para alumni pesantren itu sendiri. Di usia Negara kita yang kini sudah merdeka dan berusia 71 tahun, peran santri dan pesantren masih relevan. Terutama dalam rangka mengawal kokohnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Peringatan terhadap Hari Santri Nasional juga berarti penghormatan bangsa dan Negara kita terhadap sejarahnya sendiri.
Ingat salah satu kata-kata Bung Karno yang paling melegenda, “Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan sejarah bangsanya sendiri.
Kita ambil satu contoh, yaitu di Kota Surabaya pada 17 Agustus 1945.
Adalah salah satu momentum puncak perjuangan di mana para pejuang terdahulu sesungguhnya tidak hanya berasal dari satu kota saja. Melainkan dari beberapa kota. Peristiwa tersebut sangat monumental, namun perlu kita resapi lebih dalam makna jihad yang terkandung di dalamnya.
Kembali ke HSN.
Tidak hanya putra lho, yang disebut santri. Tetapi ada juga pesantren yang khusus untuk perempuan.
Gontor putra, berada di Ponorogo. Gontor putri , adanya di Ngawi. Sebelumnya sudah ada film yang menggambarkan tentang pesantren putra di Jawa Timur tersebut. Nah, bagaimana dengan kehidupan di pesantren perempuan? Nah, untuk kamu yang penasaran, tidak lama lagi bisa kita saksikan film berjudul “Cahaya Cinta Pesantren” (CCP).
Film CCP bukan sekedar film. Namun adalah dokumentasi berikut dengan narasi fiksi di dalamnya, dalam rangka penghormatan bangsa dan Negara Indonesia terhadap sejarah kita sendiri.
Masih terngiang di telinga kita, bahwa almarhum presiden Bung Karno pernah menyatakan bahwa kita akan menjadi bangsa yang besar, manakala kita ingat dengan sejarah bangsa kita sendiri.
Dengan menyaksikan film-film bertema pesantren dan santri semisalCahaya Cinta Pesantren, atau Negeri 5 Menara, atau film-film sejenis, maka kita sebagai generasi muda penerus bangsa turut serta ambil bagian dalam eksistensi bangsa kita sendiri.
Banyak hal yang bisa kita lakukan. Menonton film yang bercerita tentang salah satu aspek dalam kehidupan kebangsaan kita, yakni pesantren, adalah satu perwujudan kontribusi kita, para generasi penus, dalam pembangunan.
Jadi, apa kesimpulannya?
Salah satu simpulannya adalah, jangan lupa menyaksikan film CCP ya di bioskop terdekat di kota kamu.

1 komentar:

  1. Saya sangat berminat isi dalam artikel ini saya akan berkunjung terus untuk dapatkan info terbarunya DominoQQ99 Thanks bruhh.

    BalasHapus